Lembaga demokrasi dan aktivisme kewargaan Public Virtue mendesak Presiden Jokowi untuk bersikap secara tepat menyikapi kasus pemecatan 56 pegawai KPK. Pasalnya, pernyataan yang disampaikan Presiden baru-baru ini justru menunjukkan seolah-olah pembatalan PHK 56 pegawai KPK tergantung putusan MA dan MK. Pandangan itu dinilai keliru.
“Sikap Presiden Jokowi yang menyatakan ‘Saya enggak akan jawab, tunggu keputusan MA dan MK’ menunjukkan seolah-olah pembatalan PHK 56 pegawai KPK tergantung putusan MA dan MK. Itu keliru. Keputusan dua badan yudikatif itu hanya menguji sah tidaknya norma pelaksanaan TWK di lingkungan institusi-institusi negara. Bukan tentang praktik penerapan TWK di KPK yang sudah dinilai menyimpang oleh Komnas HAM dan Ombudsman,” kata juru bicara demokrasi anti korupsi Public Virtue Yansen Dinata, kepada media, Rabu (29/9/21)
Lebih jauh, menurut Yansen, pernyataan itu jelas berkonotasi lepas tangan, dan mengabaikan putusan Ombudsman RI dan Komnas HAM. Jika sampai gagal mencegah PHK 56 pegawai, kata dia, maka Presiden dapat dianggap menghianati janjinya sendiri dalam memperkuat KPK untuk memberantas korupsi di Indonesia.
Peneliti Public Virtue Mohamad Hikari Ersada menambahkan, sebagian besar 56 pegawai KPK tersebut telah lama dibiarkan mengalami berbagai bentuk ancaman teror dalam menangani kasuskasus korupsi terutama di sektor politik dan penegakan hukum.